Info Warga — Musim hujan diprakirakan akan tiba di mayoritas wilayah Indonesia pada bulan ini dan mengakhiri kekeringan di wilayah selatan khatulistiwa.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau akan berakhir di sebagian besar wilayah Indonesia mulai akhir Oktober ini, dan awal musim hujan secara bertahap, dimulai awal November 2023.
Sebelumnya, BMKG memprediksi fenomena El Nino bakal mengakibatkan kekeringan terutama di wilayah selatan khatulistiwa pada Agustus hingga Oktober.
Berdasarkan Peta Hari Tanpa Hujan BMKG dengan pembaruan data pada 20 Oktober, wilayah yang tidak tersentuh hujan kategori ekstrem panjang (lebih dari 60 hari tak kena hujan) ada di wilayah-wilayah yang sesuai prakiraan BMKG.
Yakni, seluruh wilayah Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, sebagian besar NTT, mayoritas Sulawesi Selatan, dan sebagian Sulawesi Tenggara.
BMKG kemudian memprediksi kedatangan musim hujan di Indonesia secara bertahap. Kebanyakan wilayah akan mengalaminya pada November.
Wilayah yang mulai hujan pada November mencakup 255 zona musim (ZOM) atau 36,5 persen. Yakni, Sumatra Selatan, Lampung, sebagian besar Banten, Jakarta, Jawa Barat, sebagian besar Jawa Tengah, sebagian Jawa Timur, Bali;
Sebagian kecil NTB, sebagian kecil NTT, Sulawesi Utara, Gorontalo, sebagian Sulawesi Tengah, sebagian besar Sulawesi Selatan, Maluku Utara bagian utara, dan Papua Selatan bagian selatan.
Sementara, puncak musim hujan di wilayah-wilayah ini diprediksi akan terjadi pada Januari–Februari 2024 di 385 ZOM (55,1 persen). Daftar lengkapnya bisa disimak di sini.
Sebagai contoh, berikut wilayah DKI yang masuk musim hujan di sepuluh hari (dasarian) kedua November:
- Jakarta Barat (Kebon Jeruk, Kembangan, Palmerah)
- Jakarta Pusat (Cempaka Putih, Johar Baru, Menteng, Senen, Tanah Abang)
- Jakarta Timur (Jatinegara, Makasar, Pulogadung, Matraman)
- Jakarta Selatan (Kebayoran Lama, Pesanggrahan, Setia Budi, Tebet).
- Jakarta Selatan (Cilandak, Kebayoran Baru, Mampang prapatan, Pancoran, Jagakarsa, Pasar Minggu).
- Jakarta Timur (Cipayung, Kramat Jati, Ciracas, Pasar Rebo).
Untuk saat ini, BMKG mengungkap wilayah-wilayah di atas masih masuk masa pancaroba atau periode peralihan musim.
Adu Kuat El Nino Dan Angin Monsun
BMKG menyebut awal musim hujan itu tidak terjadi secara serempak akibat tingginya keragaman iklim di Indonesia. Selain itu, ada andil dua fenomena iklim ‘pengering’ curah hujan, El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD), yang datang bersamaan.
“Sesuai prediksi BMKG, puncak dampak El Nino terjadi pada bulan September, namun tadi kami juga menganalisis dari data satelit yang terkini, terlihat Oktober ini nampaknya intensitas El Nino belum turun. Fenomena El Nino ini diprediksi masih akan terus bertahan hingga tahun depan,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta, Selasa (3/10).
Berdasarkan data per Selasa (31/10), El Nino sudah masuk level moderat (Southern Oscillation Index -7,8, Indeks NINO 3.4 +1,66), dan IOD Positif (Dipole Mode Index +1,36).
Menurut Dwikorita, level El Nino moderat akan terus bertahan dan berakhir pada Februari-Maret 2024.
“Meskipun saat ini El Nino masih cukup kuat, BMKG memprediksi bahwa fenomena ini akan melemah dan berakhir pada awal tahun 2024. Ini akan diikuti oleh musim hujan yang meningkat, dengan curah hujan di atas normal, terutama pada Januari dan Februari,” kata dia kepada awak media, Senin (30/10).
Awal musim hujan sendiri, kata dia, berkaitan erat dengan peralihan angin Monsun Australia menjadi Monsun Asia. Saat ini, Dwikorita menyebut Monsun Asia sudah mulai memasuki wilayah Indonesia sehingga diprediksi bulan November akan mulai turun hujan.
“Artinya pengaruh El Nino akan mulai berkurang oleh masuknya musim hujan sehingga diharapkan kemarau kering ini segera berakhir secara bertahap. Ada beberapa wilayah yang masuk musim penghujan sebelum November dan ada yang mundur, tapi sebagian besar pada bulan November,” jelas dia.
Lantaran hujan segera datang, BMKG mewanti-wanti masyarakat untuk mewaspadai potensi cuaca ekstrem di masa peralihan (pancaroba) dari musim kemarau ke musim hujan.
“Cuaca ekstrem berpotensi besar terjadi selama musim peralihan. Mulai dari hujan lebat disertai petir dan angin kencang serta hujan es,” ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, Sabtu (28/10).
Apa saja ciri pancaroba? Pertama, arah angin bertiup sangat bervariasi. Kedua, kondisi cuaca bisa dengan tiba-tiba berubah dari panas ke hujan atau sebaliknya.
Namun, secara umum biasanya cuaca di pagi hari cerah, kemudian siang hari mulai tumbuh awan, dan hujan menjelang sore hari atau malam.
Ketiga, awan Cumulonimbus (CB) biasanya tumbuh pada pagi menjelang siang, bentuknya seperti bunga kol, warnanya ke abu-abuan dengan tepian yang jelas.
Menjelang sore hari, lanjut Dwikorita, awan ini akan berubah menjadi gelap yang kemudian dapat menyebabkan hujan, petir dan angin.
“Curah hujan dapat menjadi salah satu pemicu bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir bandang dan tanah longsor. Karenanya, kepada masyarakat yang tinggal didaerah perbukitan yang rawan longsor, kami mengimbau untuk waspada dan berhati-hati,” tuturnya.
BMKG pun mengeluarkan peringatan dini potensi cuaca ekstrem (puting beliung, hujan lebat disertai kilat/petir, hujan es, dan lainnya). Cuaca ekstrem ini dapat berdampak banjir, tanah longsor, banjir bandang, genangan, angin kencang, pohon tumbang, dan jalan licin.
Berikut daftar wilayah berpotensi cuaca ekstrem sepekan ke depan:
31 Oktober–2 November: Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Kep. Riau, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
3–4 November: Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Papua Barat, dan Papua.
5–6 November: Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jambi, Kep. Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Papua Barat, dan Papua. (Dari berbagai sumber/ Nia Dwi Lestari).